Bahananews,Ngawi – Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya Masyarakat yang terimbas dari adanya rokok yakni petani tembakau di Kabupaten Ngawi, kembali menjadi sorotan. Dugaan adanya penyimpangan penggunaan dana tersebut mencuat ke permukaan setelah Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Ngawi, Rahmad Didik Purwanto, dan Legislator Partai Amanat Nasional (PAN), Supeno, memberikan pernyataan yang menguatkan adanya indikasi ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran DBHCHT.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2024 Tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau Menurut Dserah Propinsi/Kabuapen/Kota Tahun Anggaran 2024, Kabupaten Ngawi mendapatkan pagu anggaran sebesar 28.919.325. 000 rupiah. Dan dibreakdown ke 8 Organisasi Perangkat Daerah ( Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Tenaga Kerja, Dinas Kominfo, Dinas Sosial, Dinas PU PR, Bagian Perekonomian Setda, dan Satpol PP )
Dalam keterangannya, Rahmad Didik Purwanto mengungkapkan adanya laporan dari masyarakat terkait penggunaan DBHCHT yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Kami menerima banyak laporan dari masyarakat yang merasa bahwa manfaat DBHCHT belum dirasakan secara maksimal. Ada indikasi bahwa dana tersebut belum sepenuhnya digunakan untuk program-program yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat, terutama mereka yang bergantung pada sektor pertembakauan,” ungkap Rahmad Didik.
Dari Organisasi Perangkat Daerah ( OPD) salah satu sorotan pelaksanaan DBHCHT adalah penegakan hukum oleh Satpol PP terkait pemberantasan barang kena cukai illegal. Hingga bulan Agustus ini kebanyakan yang dilakukan Satpol PP berkutat pada kegiatan sosialisasi dan menghabiskan DBHCHT sekitar 500 juta lebih dari pagu 1,5 miliar. Padahal ada beberapa program seperti program pembinaan industri, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, serta program pemberantasan BKC ilegal. Dan program tersebut bisa diaplikasikan di beberapa kegiatan seperti kegiatan dalam bidang penegakan hukum, antara lain kegiatan pembangunan, pengelolaaan, dan pengembangan kawasan industri tertentu hasil tembakau, program sosialisasi ketentuan di bidang cukai, program pemberantasan BKC ilegal, penyediaan/pemeliharaan sarana dan/atau prasarana pendukung kegiatan pemberantasan BKC ilegal, pembentukan satuan tugas kewilayahan pemberantasan BKC ilegal, yang terdiri dari unsur pemerintah daerah (pemda), Bea Cukai, dan aparat penegak hukum, hingga pendanaan kegiatan operasi bersama diutamakan untuk mendukung operasional kegiatan yang dilakukan oleh Pemda bersama dengan instansi terkait yang mendukung tugas dan fungsi Bea Cukai.
Dijelaskan oleh Kepala Satpol PP Ngawi, Rahmad Didik Purwanto penggunaan DBHCHT untuk Satpol PP hingga bulan Agustus ini, Satpol PP terserap untuk sosialisasi ketentuan di bidang cukai, khususnya gerakan Gempur Rokok Ilegal.
“ Hingga bulan ini kami telah mengadakan beberapa sosialsasi dalam bentuk klasikal dan even. Untuk klasikal, ini kita telah melakukan di 4 kecamatan dan untuk even ada 3, dan kita telah mengeluarkan 550 juta,” jelasnya. ( 12/08/24 )
Peruntukan DBHCHT tidak sesuai dengan tupoksi Satpol PP sendiri sebagai organisasi penegakan hukum, pasalnya Satpol PP penggunaan anggaran lebih besar porsinya dibanding kegiatan sosialisasi itu sendiri, Didik menjelaskan bahwa kegiatan yang dikemas even even seperti kesenian, budaya, olahraga, dan even kemasyarakatan itu diperbolehkan.
“ Intinya kita ingin semakin banyak masyarakat yang mendengar sosialisasi yang kita laksanakan semakin baik, sehingga masyarakat semakin tahu bedanya rokok illegal dan rokok yang legal, dan terkait porsi even mengapa lebih besar dari kegiatan sosialisasi itu sendiri, karena di even yang kita laksanakan memerlukan sarana dan prasarana, seperti terop dan makmin, “ tegasnya
Penggunaan anggaran dengan leading sektor organisasi penegakan hukum namun tidak sesuai kenyataannya dilapangan, sepertihalnya menggelar operasi pengawalan penegakan hukum, berkaitan dengan rokok illegal atau tanpa cukai, Didik mengatakan kegiatan operasi itu sudah dilakukan, setelah mendengar atau adanya informasi masuk ke Sat Pol PP, namun setelah kita turun kami belum menemukannya. Ia menegaskan bahwa Sat Pol PP hanya sifatnya mengawal tanpa bisa memberi sangsi hukum, kewenangan itu ada pada Aparat Penegak Hukum ( APH).
“ Sejauh ini belum ada laporan yang pihaknya terima, karena keterbatasan penegakan hukum karena bukan menjadi kewenangan Satpol PP melainkan APH,” tegasnya.
Senada dengan Rahmad Didik, Legislator PAN, Supeno, juga menyoroti penggunaan DBHCHT yang dinilai kurang transparan. Supeno meminta agar pemerintah daerah segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan dana tersebut. Penggunaan DBHCHT yang melekat pada Sat Pol PP, kajiannya ada 2 , pendekatan secara kwantitatif dan kualitatif. kwantitatifnya jelas tolok ukurnya pengumpulan banyak orang, sedang pendekatan kualitatifnya, seberapa besar daya serap masyarakat terhadap sosialisasi tersebut.
“Kami mendesak pemerintah daerah untuk melakukan audit terhadap penggunaan DBHCHT. Transparansi sangat penting agar masyarakat mengetahui bagaimana dana tersebut digunakan. Jika memang ada penyimpangan, tindakan tegas harus diambil,” tegas Supeno.
Dugaan penyimpangan penggunaan DBHCHT ini tentu menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak. Pasalnya, DBHCHT merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup besar dan diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Lbr)