Bahananews,Ngawi – Menjadi peringkat 21 se-Jawa Timur penyebaran kasus tuberculosis atau TBC, nampaknya tidak boleh dianggap remeh oleh warga Ngawi. Hal ini mendasar hasil data yang diterima oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) tercatat  43 pasien TBC di Ngawi meninggal dunia per akhir Oktober lalu.

Apabila ditotal secara keseluruhan pasien TBC yang ditemukan di Kabupaten Ngawi hingga bulan November ini mencapai 1.092 orang. Tidak angka yang sedikit, dan menjadi salah satu penyakit yang perlu diwaspadai oleh warga Ngawi khususnya dan warga Jawa Timur pada umumnya. Diungkapkan oleh Ketua tim Pengelola Progam DPC Dinkes Ngawi  Ririn  Noviyanti secara dini tenaga Kesehatan melakukan pendataan secara dini dan kepada pasien yang terdeteksi.

“Kami terus berupaya dengan pendataan secara dini melalui keluhan pasien yang dating ke puskesmas,’’ ungkap pengelola program TBC Dinkes Ngawi Ririn Noviyanti, kemarin (8/11).

Bila dibandingkan dengan jumlah pasien di tahun sebelumnya  mengalami penurunan yakni diangka  1.154 pasien. Jumlah korban tewas akibat penyakit mematikan ini mencapai 51 orang.

Ditambahkan  oleh Ririn  kasus TBC  yang ditemukan sekitar 76,4 persen dari total perkiraan kasus dari Kementerian Kesehatan.

Sedangkan berdasarkan perhitungan beban Kemenkes, diperkirakan ada 1.429 kasus di Ngawi. Pihaknya fokus menemukan sisa estimasi kasus itu dalam dua bulan terakhir. Setidaknya, agar target eliminasi 90 persen tercapai. Menjelang akhir tahun ini saja, pihak dinkes Ngawi sudah hampir 90%, ditemukan di Kabupaten Ngawi.

“Pendataan perihal TBC Sidah hampir selesai 100%,’’ jelasnya.

Di tahun ini, 1.092 kasus TBC yang ditemukan terbagi menjadi 1.075 TBC sensitif obat (SO) dan 17 resisten obat. Sehingga keduanya mendapatkan penanganan yang cukup itensif agar mendapatkan penyembuhan optimal.

Pasien TBC SO masih bisa diberi obat secara rutin selama enam bulan. Sementara untuk 17 pasien yang resisten terhadap obat, perlu penanganan khusus.

“Pengobatan selama enam bulan harus tuntas, kalau tidak nanti resisten pada obat sehingga penanganannya harus lebih lama,’’ ujarnya.

Dinkes Ngawi menerapkan dua cara untuk menemukan kasus baru. Masyarakat yang sakit dan berobat ke puskesmas dengan gejala batuk masuk suspek TBC.

Jika obat batuk yang diberikan tidak berdampak dalam dua pekan, dilakukan tes cepat molekuler (TCM) TB.

Tujuannya untuk mengetahui orang tersebut positif TBC atau tidak. Cara kedua, jika positif TBC, maka dilakukan investigasi kontak. Minimal pada delapan orang terdekat pasien positif.

“Karena bakteri mycobacterium tuberculosis bisa menular lewat udara,’’ tegasnya. (*wfq)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini