#MENILIKSEJARAH DUSUN TAMBAKSELO DAN KEARIFAN LOKAL DI DALAMNYA
Narasumber : Mariyanto (Sesepuh)
Fase Awal : Kedatangan Pengembara
Pada zaman dahulu, terdapat seorang pengembara yang sebenarnya memiliki nama, namun nama tersebut ketika disebutkan terjadi hal diluar nalar manusia, sehingga dalam teks ini dan penjelasan di video pendek nama tersebut tidak disebutkan. Pengembara tersebut datang dari wilayah Lor (Utara) seberang aliran sungai bengawan. Kemudian menunggangi perahu sederhana (getek) untuk menyebrangi sungai tersebut. Hingga tiba diseberang sungai bengawan tersebut. Pengembara tersebut melanjutkan langkah dan terus berjalan ke arah Kidul (Selatan) menyusuri dingin dan gelapnya hutan rimba yang luas dan menyimpan banyak sekali rahasia yang tidak pernah diketahui, hingga tiba disebuah tempat yang sangat sepi dan angker, karena dikanan maupun kiri si pengembara, sejauh mata memandang hanya terdapat rimbunnya pepohonan dan rumput-rumput yang menjulang tinggi. Di tempat yang disinggahi pengembara tersebut terdapat sebuah pohon beringin kembar yang besar dan berdiri tegak seolah pohon tersebut sedang melindungi sesuatu, benar saja di bawah pohon beringin besar tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir deras dan jernih.
Fase Pertengahan : Kesaktian Pengembara
Hari mulai gelap, karena perjalanan yang jauh tersebut membuat pengembara tersebut beristirahat dan bermalam di bawah pohon beringin yang besar. Dalam istirahatnya, pengembara tersebut mendapatkan sebuah pemikiran bahwa tempat yang sedang ditempatinya untuk beristirahat akan menjadi sebuah dusun yang dapat ditinggali oleh masyarakat. Kemudian, pengembara tersebut melakukan semedi dan bertirakat semata-mata untuk mendapatkan petunjuk oleh Gusti Allah. Air yang terus mengalir deras tersebut oleh pengembara harus dapat menjadi sumber kehidupan masyarakat yang akan menghuni tempat tersebut. Dengan semedi dan tirakat tersebut, pengembara membendung air dari sumber mata air dengan tanah, agar kelak bendungan tersebut dapat menjadi sumber kehidupan dan menghidupi masyarakat setempat.
Namun, tanah tersebut masih kurang kokoh untuk membendung air yang alirnya sangat deras, yang lama-kelamaan menggerus bendungan dari tanah tersebut. Akhirnya, dengan kesaktian pangembara, bendungan yang terbuat dari tanah tersebut disabda dengan kesaktiannya hingga menjadi batu. Bendungan tersebut menjadi kokoh dari terjangan air yang mengalir, karena terbuat dari batu. Tambak yang berarti sebuah bendungan, dan selo yang berarti batu. Tambakselo diberikan nama oleh pengembara agar kelak ketika tempat tersbeut ramai orang-orang mengenali nama tempat yang ditinggalinya. Hingga hari ini bendungan tersebut masih kokoh membendung air yang mengalir.
Fase Akhir : Tambakselo, Pelang Lor
Dengan berdirinya Negara Indonesia menjadi sebuah negara dengan sistem pemerintahan yang tertata, Dusun Tambakselo bertransformasi dengan menambahkan kelurahan/desa menjadi Desa Pelang Lor untuk kemudian menjadi daerah administrasi sesuai dengan ketentuan negara. Dusun Tambakselo masih terus digunakan oleh warga sekitar, di KTP, alamat rumah, perbincangan masyarakat dan lain sebagainya. Karena memanglah awal mula berdirinya sudah diberikan nama Tambakselo. Arti Pelang untuk menandai bahwa terdapat dua desa yang dipisahkan oleh rel kereta api, palang rel menjadi pembatas nama antara Pelang Lor dan Pelang Kidul yang berarti, Pelang Lor adalah sebuah desa yang ada disebelah Utara palang (pintu) rel kereta api dan Pelang Kidul yang berarti sebuah desa yang ada disebelah Selatan dari palang rel kereta api. Hal tersebut untuk memudahkan dalam pengadministrasian wilayah di negara kita.
Potensi yang Berkaitan dengan Cerita : Potensi Budaya “Tradisi Perang Nasi”
Perang nasi adalah salah satu kearifan lokal berupa tradisi turun-temurun dari Dusun Tambakselo, Desa Pelang Lor, Kedunggalar, Ngawi. Tradisi ini bertujuan untuk mendoakan nenek moyang dan mensyukuri hasil bumi terutama hasil panen yang didapatkan oleh masyarakat Dusun Tambakselo. Perang nasi ini digelar setiap tahun, dengan berbagai lapisan masyarakat meramaikannya. Tidak jarang ada beberapa masyarakat luar desa yang juga datang untuk melihat kebersamaan masyarakat Tambakselo. Tradisi ini digelar satu hari di tambak, dimana tambak adalah tempat awal mula berdirinya Dusun Tambakselo seperti yang telah diuraikan di bab sebelumnya. Potensi budaya berupa tradisi ini harus terus dilestarikan sebagai sebuah kearifan lokal masyarakat, mengingat zaman semakin berubah dan terus menggerus, generasi muda harus melestarikan dan menjaga apa yang telah diwariskan oleh leluhur.
Potensi budaya semacam tradisi Perang Nasi ini mempunyai dampak yang besar pada kehidupan masyarakat desa, meskipun digelar hanya satu tahun sekali tetapi mampu menggerakan perekonomian masyarakat pada hari itu. Masyarakat didorong untuk bersikap dan berpikir kreatif guna memanfaatkan kesempatan yang banyak mendatangkan simpatisan. Saat tradisi ini digelar, nilai gotong royong tercermin dengan masyarakat Dusun Tambakselo berbondong-bondong untuk membersihkan tambak yang akan dijadikan tempat digelarnya tradisi, kebersamaan tercipta. Pada hari pelaksanaannya, warga berbondong-bondong membawa nasi bungkus dan lauk-pauk untuk dibawa ke tambak, semua nasi tersebut dikumpulkan. Tokoh desa kemudian memimpin doa, setelah selesai dengan berbagai ritual doa nasi-nasi yang terkumpul tersebut dipersilahkan untuk direbut.